Kamis, 12 November 2009

Filsafat, Ilmu, Ilmu Filsafat Dan Filsafat Ilmu
Dan Urgensinya

MAKALAH

Disampaikan sebagai tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Cecep Sumarna



Oleh:
Munif
NIM 505920017
Konsentrasi PPI


PROGRAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) CIREBON 2009
PENDAHULUAN


Mengkaji ilmu dan filsafat, berarti mengenai pengetahuan manusia. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia. Sidi Gazalba (1992:3) menyebut bahwa pengetahuan manusia dapat dibagi dalam dua jenis. Pertama, pengetahuan yang berasal dari manusia itu sendiri. Jenis pengetahuan kedua, dipercayai dari Tuhan, yang diistilahkan dengan wahyu. Tulisan ini akan membahas pengetahuan yang berasal dari manusia, pengetahuan yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri.

Definisi pengetahuan menyimpulkan bahwa betapa banyak pengetahuan yang dimiliki manusia. Namun demikian, paling tidak dapat dikategorikan kedalam beberapa kategori. Berikut pemaparannya.

Seseorang mengetahui bahwa pohon mangga berbuah mangga, dengan cara menanam bibit pohon mangga dan menunggu beberapa waktu, kemudian dilihatlah buah mangga dari pohon tersebut. Inilah jenis pengetahuan manusia yang disebut pengetahuan inderawi.

Pohon mangga berbuah mangga, hal itu tidak terjadi dengan begitu saja, pasti ada yang menyebabkannya. Sesuatu itulah yang disebut logikanya, yaitu yang dapat menjelaskan apa yang tersembunyi dibalik pengetahuan inderawi. Sebagai sebuah contoh, bibit mangga apabila ditanam pada tanah yang subur, maka akan menghasilkan buah yang baik, dan sebaliknya apabila ditanam pada tanah yang tandus. Logikanya kira-kira faktor tanah yang menyebabkan perbedaan buahnya. Jenis pengetahuan manusia ini disebut dengan pengetahuan sains. Dalam bahasa Indonesia pengetahuan ini disebut dengan ilmu., walaupun istilah tersebut membingungkan, kenapa? Karena kata “Ilmu” itu diadopsi dari bahasa Arab yang berarti “pengetahuan”. Begitulah sekiranya yang dipaparkan oleh Ahmad Tafsir (2004:6).

Ahmad Tafsir (2004:6) menjelaskan bahwa pengetahuan inderawi pada hakikatnya sama dengan pengetahuan sains. Bedanya, pengetahuan inderawi itu sederhana (tidak diuraikan), sedangkan pengetahuan sains itu kompleks (diuraikan). Pengetahuan inderawi juga kompleks bila diuraikan. Bila pengetahuan inderawi diuraikan, ia akan sama persis dengan sains. Oleh karena itu dua pengetahuan tersebut (pengetahuan inderawi dan pengetahuan sains) dapat dijadikan satu, yaitu pengetahuan sains.

Lanjutan dari pengetahuan sains adalah pengetahuan yang kelak disebut dengan pengetahuan pengetahuan filsafat. Sebagai contoh, dari apa yang telah dipaparkan pada jenis pengetahuan inderawi dan sains bahwa mangga ditanam, buahnya mangga. Akan tetapi, mengapa mangga selalu berbuah mangga, tidak yang lainnya? Pengetahuan inderawi dan pengetahuan sains sudah tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Hanya dengan berfikir jawaban itu dapat ditemukan, yaitu karena ada hukum yan mengatur agar mangga selalu berbuah mangga, dimana oleh para ahli disebut dengan “gene”. Hukum itu tidak kelihatan, tidak empiris, tetapi akal sangat yakin hukum itu ada. Singkatnya, pohon mangga selalu berbuah mangga karena ada hukum yang mengaturnya. Inilah pengetahuan yang disebut dengan pengetahuan filsafat.

Permasalahan yang timbul dari pengetahuan tentang pohon mangga selalu berbuah mangga dikarenakan ada hukum yang mengaturnya adalah siapa yang membuat hukum itu? Tentu akan dijawab Dia-lah Tuhan. Ini masih wilayah filasafat, tetapi kalau sudah bertanya siapakah Tuhan itu? Ini sudah bukan wilayah filsafat lagi, melainkan sudah masuk dalam wilayah pengetahuan mistik, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui hati. Menurut Kant, manusia tidak memahami Tuhan dengan akalnya (akal murni menurut istilah Kant), melainkan dengan hatinya dia dapat memahami Tuhan.
PEMBAHASAN

Pengetahuan manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik.

A. Pengetahuan Sains ( Ilmu )

Kata ”ilmu” berasal dari bahasa Arab, berasal dari kata kerja ”’alima” yang berarti ”mengetahui”. Dengan demikian, ilmu mempunyai arti pengetahuan, yaitu merupakan hasil yang diperoleh dari pekerjaan mengetahui. Pemakaian dalam bahasa Indonesia diekuivalenkan dengan istilah sains.

Sidi Gazalba (1992:42) pernah merumuskan bahwa ilmu = kerjasama otak + tangan. Hal ini maksudnya bahwa ilmu dengan fakta yang dialami sangat berhubungan. Fakta yang belum ditafsirkan disebut data. Data inilah yang dihimpun oleh riset atau eksperimen. Sedangkan pelukisan, penjelasan serta kesimpulan dari eksperimen tersebut merupakan tugas pikiran. Riset atau eksperimen adalah kerja tangan. Berpikir adalah kerja otak. Karena itu ilmu merupakan hasil kerjasama antara otak dan tangan.

Penyusun menyimpulkan bahwa batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia yang termasuk kedalam pengetahuan ilmu adalah sebagai berikut :
1. Objeknya harus bersifat empiris, yaitu fakta yang dialami.
2. Paradigmanya sains, yaitu cara pandang pengetahuannya harus logis dan empiris.
3. Metode yang digunakan atau cara memperolehnya adalah dengan riset atau eksperimen.
4. Potensi yang digunakan untuk menghasilkannya adalah akal dan indera.
5. Kriteria kebenarannya adalah logis dan empiris.

B. Ilmu dan Teori

Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara riset terhadap objek-objek yang empiris, maka terbentuklah sebuah teori (di samping menemukan dalil atau hukum).

Secara umum teori adalah pendapat, pendapat seseorang terhadap suatu objek yang empiris setelah mengadakan riset. Sidi Gazalba (1992:14) menjelaskan bahwa teori adalah anggapan kebenaran yang kuat, dibina atas data yang cukup dan dapat menjelaskan secara logis gejala-gejala dari perkara yang diteorikan. Karena teori bersifat nisbi (relatif), terkadang terjadilah sebuah teori itu benar pada suatu waktu, tetapi pada waktu yang lain belum tentu benar. Hal itu disebabkan karena adanya perbedaan pengalaman. Sehingga Sidi Gazalba (1992:44) mengemukakan bahwa kebenaran ilmu adalah sepanjang pengalaman. Sebagai contoh, teori tata surya, dahulu mengatakan bahwa pluto itu merupakan salah satu planet yang berada di tata surya kita, namun setelah resolusi 5A Sidang Umum IAU (International Astronomical Union) ke-16 di Praha, Republik Ceko, pluto tidak berhak menyandang nama planet dan dikeluarkan dari jajaran tata surya kita. Hal itu dikarenakan dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit dapat disebut planet apabila memenuhi tiga syarat, yakni mengorbit matahari, berukuran cukup besar, dan memiliki jalur orbit yang jelas dan bersih (tidak ada benda langit lain di orbit tersebut). Sedangkan pluto tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit pluto memotong orbit planet neptunus, sehingga dalam perjalanannya mengelilingi matahari, pluto terkadang berada lebih dekat dengan matahari dibandingkan Neptunus (Kompas, 24 Agustus 2006)

Selain teori, ada pula dalil atau hukum. Itu merupakan tingkatan dari ilmu, dimana ilmu itu memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan ilmu dimulai dengan hipotesa, yaitu dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Tingkatan ini terjadi apabila data/fakta yang terkumpul belum mencukupi, maka ilmuwan membina hipotesa. Apabila data telah cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan kepada hipotesa, jika data tersebut mensahihkan (valid) hipotesa, maka hipotesa menjadi tesis, atau hipotesa menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yang umum, maka menjadi dalil. Jika teori memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap, maka ia menjadi hukum.
Setelah memahami ilmu secara mendetail, penulis akan memaparkan mengenai pengetahuan filsafat, yang selanjutnya disebut filsafat, sebagai bahan untuk membandingkan dan mencari hubungan diantara keduanya.

C. Pengetahuan Filsafat

Ahmad Tafsir (2004:15) memberikan definisi filsafat sebagai sejenis pengetahuan manusia yang logis saja. Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi semantik dan segi praktis. Dari segi semantik, istilah filsafat berasal dari bahasa yunani, yaitu philoshopia, yang berarti philos = cinta, suka (loving), dan sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Sedangkan jika ditinjau dari segi praktisnya filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat berarti berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. (Mustofa:1997:9).

Sebagaimana ilmu, filsafat pun memiliki paradigma yang disebut dengan paradigma logis, metodenya disebut dengan metode rasional, dikarenakan hanya mengandalkan akal, tanpa melakukan riset atau eksperimen. Hal ini dikarenakan objek dari filsafat itu sendiri bersifat abstrak (segala sesuatu yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia). Suatu pengetahuan filsafat itu dikatakan benar bila ia dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan selamanya tidak akan dapat dibuktikan secara empiris. Bila suatu waktu dapat dibuktikan secara empiris, maka ia segera berubah menjadi ilmu.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan batasan-batasan wilayah filsafat adalah sebagai berikut :
1. Objeknya bersifat abstrak
2. Menggunakan paradigma logis
3. Metode yang digunakan atau cara memperolehnya adalah dengan berpikir logis
4. Potensi yang digunakan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut adalah akal
5. Kriteria kebenaranya adalah kelogisan argumen

D. Hubungan antara Ilmu dan Filsafat

Setelah mengetahui batasan wilayah masing-masing dari kedua pengetahuan diatas (ilmu dan filsafat), penulis akan mencoba untuk mencari titik temu (hubungan) dari keduanya. Tetapi sebelum itu, penulis akan memberikan gambaran perbandingan keduanya yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis
Pengetahuan Objek Paradigma Metode /
Cara memperoleh Potensi yang digunakan Kriteria
kebenaran
Ilmu Empiris Sains Riset / eksperimen
Akal dan
indera Logis dan
empiris
Filsafat Abstrak Logis Berpikir
logis Akal Kelogisan
argumen


Apabila diperhatikan tabel diatas, ilmu dengan paradigmanya ingin menghasilkan sebuah pengetahuan yang pasti, eksak, teratur serta tersusun. Namun hal itu pun suatu hal yang diinginkan oleh filsafat. Hanya saja kepastian dan ke-eksakan filsafat tidak mungkin diuji seperti ilmu. Ilmu tersusun dari hasil riset atau eksperimen. Maka riset atau eksperimen pula yang menguji kebenaran ilmu. Sedangkan filsafat merupakan hasil dari berpikir radikal, sistematis dan universal. Maka keradikalan, kesistematisan dan keuniversalan pemikiran pula yang dapat menguji kebenaran filsafat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebenaran ilmu adalah sepanjang pengalaman, sedangkan kebenaran filsafat sepanjang pemikiran.

Sidi Gazalba (1994:44) lebih lanjut mengemukakan tentang sisi-sisi perbedaan dari kedua pengetahuan tersebut yang dapat dijadikan sebagai perbandingan diantara keduanya, yaitu :
”Ilmu mencari pengetahuan dari segi-segi tertentu, bidang-bidang khusus. Sedangkan filsafat mencari pengetahuan dari semua segi dan bidang menyeluruh. Ilmu mempelajari unsur-unsur alam, benda-benda mati saja, tanaman, hewan, manusia saja, bumi saja, bulan, matahari dan bintang saja. Filsafat mengingini pengetahuan tentang seluruh alam. Ilmu mempelajari segi-segi tertentu kehidupan. Filsafat mempelajari kehidupan menyeluruh. Ilmu mempelajari jurusan-jurusan tertentu tentang hukum : hukum adat, hukum kriminil, hukum perdata, dan lain-lain. Filsafat mempelajari asas dari segala hukum, maksudnya, tujuannya, nilainya, dan asalnya. Bahkan ia-lah yang menyelesaikan pengetahuan tentang pangkal bertolak dari ilmu itu. Apa hukum itu ? Kalau ilmu hukum bertolak dari kerjanya hukum, sebagai pengertian yang sudah tertentu, adalah filsafat hukum mempersoalkan pengertian itu, menentukannya, untuk selanjutnya dipergunakan oleh ilmu hukum.”


Dengan demikian, dapat diketahui bahwa ada dua tugas filsafat yang tidak akan ditemukan dalam lapangan ilmu, yaitu :
1. Refleksi terhadap dunia menyeluruh, khususnya terhadap makna, tujuan dan nilai.
2. Menguji pengertian-pengertian, baik yang dipakai oleh ilmu atau oleh anggapan umum secara kritis.

Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat memiliki hubungan yang erat dengan ilmu, dimana keduanya saling melengkapi. Filsafat mengkaji hal-hal yang tidak dikaji oleh ilmu, dan filsafat pun diminta untuk memberi laporan sintesa hasil yang dicapai filosof yang beranggapan, ruang gerak filsafat sudah begitu sempit, bahkan mungkin lenyap andaikata ia tidak menyatukan diri dengan ilmu. Para filosof mempelajari ilmu. Berdasarkan ilmu tersebut ia membentuk pandangan-pandangan atau teori filsafat. Pernyataan filsafat harus berdasarkan fakta-fakta penelitian ilmiah. Tanpa pendasaran demikian pernyataan itu tidak bernilai. Ada pula filosof yang mengatakan bahwa kewajiban filsafat ialah membentuk fundamen ilmu, melakukan analisa-analisa logis metode-metode yang dipakai ilmu. Dengan demikian hakikat filsafat ialah riset epistemologi. Pandangan diatas dianut dunia universitas Eropa pada umumnya semenjak akhir abad ke–19.

Selain pandangan diatas, ada sebuah pandangan yang kontradiktif dengan pandangan tersebut. Pandangan kontradiktif tersebut menyatakan bahwa filsafat itu otonom, tidak ada hubungan dengan ilmu, bahkan keduanya saling-tantang. Bukanlah tugas filsafat untuk menjadi alat ilmu, menyelidiki pengertian-pengertian kritis dasar ilmu atau memperhatikan dan menyimpulkan hasil-hasilnya. Pengertian-pengertian yang dipakai oleh filsafat berbeda dengan yang dipakai oleh ilmu. Masing-masing misalnya mempergunakan kata-kata ruang, waktu, tenaga, roh, sebab, akibat, hukum alam, kuantitas, kualitas dan lain-lain dengan pengertian-pengertian yang berbeda.









PENUTUP

Setelah membahas dari awal sampi akhir, dalam hubungan antara ilmu dan filsafat, pada intinya terdapat dua pandangan.

Pandangan pertama menyatakan bahwa ilmu dan filsafat memiliki hubungan yang sangat erat, dimana keduanya saling melengkapi. Filsafat mengkaji hal-hal yang tidak dikaji oleh ilmu, dan filsafat pun diminta untuk memberi laporan sintesa hasil yang dicapai filosof yang beranggapan, ruang gerak filsafat sudah begitu sempit, bahkan mungkin lenyap andaikata ia tidak menyatukan diri dengan ilmu. Perkembangan ilmu harus bersama-sama dengan filsafat, bahkan ada yang menyamakan filsafat dengan ilmu.

Pandangan kedua menyatakan bahwa filsafat itu otonom, tidak memiliki hubungan dengan ilmu, bahkan keduanya saling-tantang. Filsafat tidak memiliki tugas untuk menjadi alat ilmu.

Sebagai penutup, Sidi Gazalba (1992:55) pernah mengatakan bahwa kita yang bukan filosof, tetapi sebagai orang yang mempelajari filsafat, tidak melibatkan diri dalam pertantangan ahli-ahli itu. Bagi kita yang penting memahami hubungan filsafat dengan dab peranannya atas ilmu umumnya, sepanjang yang dapat kita simpulkan dari pengertian kedua jenis pengetahuan dan menonjol masa-masa terakhir.[]






DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syarafa, Ismail. Ensiklopedi Filsafat. Jakarta: Khalifa, 2005.

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.

Harian Kompas, edisi 28 Agustus 2006

Mustofa. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.

Syadali, Mudzakir. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat, Yogyakarta,Kanisius,1996

Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2007

Kumpulan Diktat dan Foto Copy Pribadi Tahun 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar